KETIKNEWS.ID,-- (INSPIRASI) Dulu, ibu dan bapak kita demikian concern "ngajarin" apa itu kejujuran, apa itu kegagahan.
Dulu, budaya kita menghargai itu semua bahkan lebih dibanding dengan selembar nyawa yang melekat pada badan kita.
Cemar dan cela kita sebagai pribadi adalah tentang pengingkaran diri. Tak mampu menjaga marwah kita sebagai manusia seperti bagaimana seharusnya.
Disanalah harta paling berharga itu ada.
Bersalah dan kemudian meminta maaf, bertanggung jawab dengan apa akibat yang muncul dari kesalahan kita, adalah tentang makna gagah.
Disana bangunan mentalitas super kita bentuk demi menjaga marwah itu.
Dulu, ukuran moral dan akhlak adalah apa yang membuat seseorang menjadi manusia. Kita tak bersembunyi dalam keunggulan. Kita berdiri gagah justru dalam kerendahan hati.
Itulah kita dahulu. Itulah wajah budaya nenek moyang kita. Kita menjadi apa karena akhlak dan moralitas. Saya menjadi Sudra, anda menjadi Ksatria bahkan Kiliran, adalah tentang bagaimana kita berjuang menjadi manusia.
Bukan tentang Sang Khalik menentukan kita pada apa kasta melekat, namun ini tentang perjuangan kita sebagai pribadi. Baik buruk kita adalah effort, bukan anugerah.
Saya Indonesia, kamu Indonesia, kita Indonesia adalah tentang kita melangkahkan kaki dalam perjuangan kita menjadi manusia super dalam kebaikan.
Saya tersenyum, anda tertawa dan kita bergandeng tangan dalam satu keindonesiaan yang besar seperti seharusnya Indonesia.***
(Karto Bugel)