KETIKNEWS.ID,-- Gagasan Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang marketplace guru ramai-ramai ditolak oleh anggota Komisi X DPR RI. Anggota dewan menilai gagasan tersebut tidak menyelesaikan akar permasalahan soal tenaga pendidikan di Indonesia.
Bahkan, gagasan ini juga dianggap merendahkan profesi guru sebagai tenaga pendidik, yang disamakan dengan barang yang dapat diperjualbelikan.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, justru berpandangan berbeda. Senator asal Jawa Timur itu mendukung gagasan yang dicetuskan oleh Menteri Nadiem. Hanya saja, tiga syarat utama yang harus dijadikan pedoman jika ingin gagasan tersebut direalisasikan.
"Muara dari tiga syarat itu adalah untuk memastikan bahwa program tersebut mampu menjawab percepatan rekrutmen para guru honorer yang sudah lulus passing grade, tapi belum diusulkan dan belum diangkat menjadi P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja),” kata LaNyalla dalam keterangannya, Senin (5/6/2023).
Ketiga syarat tersebut, lanjut dia, pertama, platform yang direncanakan itu harus benar-benar diisi oleh mereka yang lulus passing grade atau nilai acuan dengan standar tertentu.
"Di sisi lain, mereka juga harus yang benar-benar belum diusulkan dan belum direkrut. Jadi benar-benar tepat sasaran, karena banyak sekali guru yang belum bernasib baik. Harus dengan syarat itu," papar dia.
Syarat kedua, platform itu harus dieksekusi sebagai platform non profit. Dengan kata lain, LaNyalla tak ingin platform ini terdapat muatan bisnis.
"Platform ini tak boleh ada unsur komersil. Tidak boleh ada platform fee yang dibebankan kepada user. Harus bisa diakses secara cuma-cuma alias gratis, karena memang niatnya harus sebagai solusi kementerian," jelas LaNyalla.
Syarat terakhir, LaNyalla meminta kepada Menteri Nadiem untuk mengganti nama platform tersebut. Bukan marketplace guru, tapi cukup menggunakan istilah platform database guru yang bersifat living dan updated.
"Tidak perlu menggunakan kalimat seolah-olah gagasan ini seperti marketplace jual beli barang. Guru ini manusia terhormat, jangan disamakan dengan barang atau jasa," tegas dia.
"Cari platform yang namanya lebih elegan. Sebagai misal 'Guruku', 'Database Guru' atau 'Living Database Guru', agar tidak sama seperti platform jual beli barang," pungkasnya.