KETIKNEWS.ID,-- Serangan Kamikaze merupakan taktik bom bunuh diri yang dirancang untuk menghancurkan kapal perang musuh selama Perang Dunia II. Kata kamikaze berarti “angin ilahi”, mengacu pada angin topan yang memorak-porandakan armada invasi Mongol yang menyerang Jepang pada tahun 1281.
Munculnya serangan kamikaze tidak dapat dilepaskan dari situasi Perang Dunia II yang semakin mendesak pihak Jepang. Adanya kesenjangan kekuatan tempur dan mulai redupnya harapan untuk menang membuat serangan bunuh diri menjadi opsi yang dipertimbangkan.
Pada pertengahan 1944, kondisi perang semakin membuat pasukan Jepang putus asa. Ide untuk menggunakan serangan bunuh diri pun semakin tidak dapat dihindarkan.
Kebanyakan pilot kamikaze merupakan para pilot muda yang secara sukarela mendapatkan pelatihan terbatas. Minimnya jumlah pilot berpengalaman yang tersedia melatarbelakangi perekrutan pilot muda.
Pada tanggal 25 Oktober 1944, Angkatan Laut Jepang menggunakan pesawat pengebom kamikaze untuk pertama kalinya di Pertempuran Teluk Leyte untuk mempertahankan Filipina. Pertempuran Leyte menjadi pertempuran laut terbesar dalam sejarah yang terjadi di Samudra Pasifik, sekaligus menandai serangan pertama kamikaze.
Menganggap Kamikaze bukanlah serangan bunuh diri tanpa harapan semata, melainkan serangan yang dibuat dengan penuh perencanaan untuk menahan laju pasukan Amerika.
Baca Juga: Dukung IKN Nusantara, Ridwan Kamil Serahkan Air dan Tanah dari 27 Kabupaten Kota di Jabar
Sebagian besar pesawat kamikaze adalah pesawat tempur biasa atau pembom ringan. Pesawat tersebut dilengkapi dengan bom dan tanki bensin ekstra, sehingga ledakan yang dihasilkan dapat maksimal. Pilot yang menerbangkan pesawat tersebut kemudian menabrakkan pesawat khusus mereka langsung ke kapal Sekutu.
Pilot Kamikaze sengaja menabrakkan pesawat yang dibuat khusus langsung ke kapal perang musuh. Meskipun pihak Sekutu mengatakan serangan itu adalah sebuah bentuk keputusasaan, namun di dalam kepercayaan Jepang, menyerah dipandang sebagai hal yang tidak terhormat.
Motoharu Okamura, yang memimpin skuadron kamikaze, mengatakan bahwa pada tahun 1944, “Saya sangat yakin bahwa satu-satunya cara untuk merubah jalannya perang adalah dengan menggunakan serangan crash-dive dengan pesawat kita. Tidak ada jalan lain. Berikan saya 300 pesawat dan saya akan mengubah gelombang perang.”
Baca Juga: Sembilan Hari Berkobar, Kebakaran Hutan Besar di Korsel Akhirnya Berhasil Dipadamkan
Menurut data militer AS, 2800 serangan Kamikaze menenggelamkan 34 kapal dan merusak ratusan lainnya selama perang. Di Okinawa, kamikaze menewaskan hampir 5.000 pasukan Angkatan Laut AS, sekaligus menjadi kerugian terbesar AS dalam satu pertempuran.
Meskipun serangan kamikaze terbilang lebih efektif dibanding serangan konvensional, namun gelombang perang tidak berubah. Jepang tetap kalah dalam Pertempuran Teluk Leyte dan kemudian pertempuran lainnya. Akhirnya Jepang terpaksa menyerah tanpa syarat kurang dari setahun kemudian. (Tatan/Ketiknews.id)
Artikel Terkait
Lukai Belasan Orang Penumpang Kereta, Identitas Si "Joker" Jepang Akhirnya Terungkap
Penemuan Unik di Jepang, Bisa Mencicipi Rasa Makanan Melalui Layar TV
Fukubukuro, Tradisi Tahun Baru di Jepang untuk Berburu Tas Belanja Keberuntungan
Arigato Money, Teknik dari Jepang agar Lebih Menghargai Uang
Sambut Hari Lahir kaisar Jepang, KBRI Tokyo Persembahkan Nasi Tumpeng Untuk Kaisar Naruhito