• Sabtu, 30 September 2023

Mencari Jiwa Yang Menghilang

- Senin, 3 April 2023 | 13:34 WIB
Busana Daerah dengan berbagai macam pernak-pernik nya uang dimiliki oleh Bidaya Indonesia (NitNot)
Busana Daerah dengan berbagai macam pernak-pernik nya uang dimiliki oleh Bidaya Indonesia (NitNot)


KETIKNEWS.ID,-- Berbusana daerah dengan segala perniknya seringkali menjadi jawaban kilat kita atas kegelisahan akan kuatnya penetrasi budaya asing yang kini tampak mengkhawatirkan.

Segregasi budaya dan kepercayaan lokal masayarakat itu telah memancing munculnya gerakan perlawanan dari masyarakat. Tentu ini adalah semacam gerakan demi perlindungan diri.

Otomatisasi pola kerja otak dihias emosi sesaat inilah yang melahirkan budaya artificial, budaya dadakan. Yang penting secara kasat mata dan instan itu langsung tampak.

Lama sudah kita lupa bahwa kita adalah Indonesia. Sebagian dari kita sudah bangga dengan kebaratannya, dan lebih besar lagi dan sangat mengkhawatirkan adalah ke Arabannya.

Entah kapan itu semua bermula, tiba-tiba saja si pribumi dengan fasihnya berkata bahwa budaya nglarung itu tidak baik dan bukan kebiasaan pantas dipertahankan. Tiba-tiba dia yang berlogat jawa kental berkata-kata dalam kalimat wagu, busana jawa tidak lagi mencerminkan moral yang benar.

Ajaran atas etika dan moral nenek moyang kita langsung dipertanyakan. Kearifan lokal kita tak lagi berdiam dalam ruang benar.

Lantas, siapa kita?

Baca Juga: Nama ku Sekar..

Lupa kacang dari kulitnya, mungkin sedikit menjawab.

Lalu tiba-tiba kita berebut kulit. Kulit luar itu kita pakai, kita pamerkan dan kita jadikan propaganda demi melawan kegilaan si penjajah yang berkulit sama seperti kita namun berhidung pas-pasan dan bahkan memiliki logat tak asing bagi telinga kita.

Anehnya, mereka berpakaian layaknya bangsa padang pasir dengan bahasa yang mereka percaya pula sebagai bahasa paling ramah pada surga.

"Apakah kita seperti kacang yang lupa dengan kulitnya?"

Lihat Jepang. Lihat juga Korea. Dua negara maju yang masih bangga dengan budayanya sendiri. Mereka tak lantas terlihat kuno apalagi ketinggalan jaman. Mereka tetap modern meski bertutur, bergaya dan kadang berpakaian layaknya nenek moyang mereka bukan?

Rupa asli mereka tampak dalam anggun tindak tanduknya. Pakaian sebagai unsur khas, jelas tentang penegasan betapa mereka menyatu dalam padu selaras atas warna atmosfir di mana bumi dipijak dan air di dulang. Kearifan lokalnya, tidak pernah hilang.

Gak perlu jauh, lihat saja Bali. Kita masih punya saudara yang senang dan bangga mengabdi pada hidup dan budaya nenek moyangnya.

Halaman:

Editor: Gideon Sinaga

Sumber: Leonita Lestari

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Menilik Museum Tsunami Aceh, Simbol Bencana Alam 2004

Jumat, 25 Agustus 2023 | 14:09 WIB
X