KETIKNEWS.ID,-- Cadas Pangeran menjadi saksi bisu betapa infrastruktur penghubung Bandung-Cirebon itu, dibangun dengan darah, keringat dan air mata. Dibangun pada tahun 1809 saat kolonial Belanda kian menguasai Nusantara. Yang menjadi jalan poros penghubung Bandung-Sumedang-Majalengka dan Cirebon.
Selama ini, Cadas Pangeran memang dikenal angker dan berbahaya. Tikungan tajam, jalan menanjak, belum lagi ancaman longsor di musim hujan.
Kawasan ini dikenal angker, karena dikaitkan dengan pembangunan yang memakan korban 5 ribu orang pekerja meninggal dunia. Rakyat yang diterjunkan dalam kerja paksa itu, harus berhadapan dengan lereng curam, batu cadas, hingga penyakit dan ancaman binatang di tengah hutan belantara.
Baca Juga: Cetak Sejarah Baru, Puan Apresiasi Kepengurusan PBNU Akomodir Perempuan
“Jalan ini dibangun dari darah pribumi yang dipaksa kerja rodi oleh pemerintah kolonial Belanda,” kata Budayawan Sumedang, Raden Moch Achmad Wiriaatmadja, seperti dilansir portal Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Provinsi Jawa Barat, Minggu (16/1/2022).
Menurut dia, di sekitar kawasan tersebut banyak terdapat makam tanpa nisan. Diduga, itu merupakan para korban saat pembangunan akses jalan tersebut.
Pembangunan ruas penghubung Bandung menuju Cirebon tersebut ditengarai terjadi pada kekuasaan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels.
Bagian dari Jalan Raya Pos

Ketika itu, Daendels memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan pada tahun 1808. Yang sebagian rutenya melewati kawasan Sumedang tersebut.
Sebelum ada Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dan sebentar lagi Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), akses ini menjadi penopang utama perjalanan darat Bandung-Cirebon dan sebaliknya. Sekaligus penghubung pusat pemerintahan provinsi di Bandung dengan kawasan timur Jawa Barat yang mencakup Cirebon, Kuningan, Majalengka dan Indramayu.
Baca Juga: Napak Tilas Sejarah Gedong Cai Tjibadak, 100 Tahun Jadi Sumber Mata Air Masyarakat Bandung
Seorang Juru Kunci menyebutkan, ada mitos ruas jalan tersebut juga ditopang oleh sebuah trisula. Senjata pusaka itu, menjadi penopang agar akses tersebut tetap kokoh meski dilalui kendaraan besar sekalipun. Tiga trisula itu, disebut telah disusupi siluman kera, ular dan harimau. Mereka menjadi penjaga dari jalur itu.
Konon katanya, mereka yang tidak percaya dengan keberadaannya, akan didatangi langsung oleh siluman-siluman tersebut.
Cerita warga turun temurun, di salah satu lokasi kawasan tersebut terdapat mata air yang dikeramatkan. Air tersebut disalurkan melalui pipa terbuat dari bambu dan diyakini berkhasiat menyembutkan beragam penyakit. Diyakini pula, air itu dijaga ular besar yang hidup di dasar jurang. Mahluk tersebut juga memakan tubuh manusia yang dibuang di sana. Termasuk korban kecelakaan atau pembunuhan.
Artikel Terkait
Salah Kaprah! Berikut Ini Mitos yang Masih Beredar Mengenai COVID-19
Mitos legenda Dalam Perempuan Sunda
Mitos Atau fakta, Hubungan Nyiroro Kidul Dan Raja-Raja Mataram Telah Memperkuat legitimasi kebudayaan
Hanya MITOS, Inilah fakta sainsnya tentang Tipe Gaya Belajar
Sejarah Baru! Sebelas Nama Perempuan Masuk di Susunan PBNU 2022-2027
Merajut Kembali Sejarah Kediri dan Bali, Menggelar Anggit Budaya
Vihara Majapahit Memiliki Sejarah Trowulan, Sejarah Dahsyat Tentang kejayaan Majapahit.