Jika dicermati, bangunan Lawang Sewu menggunakan batu bata keramik berwarna oranye yang melambangkan sebuah kekayaan, kemakmuran, dan juga menunjukkan kasta tertinggi. Zaman dahulu, batu bata ini tergolong langka dan harga per-batanya pun sangat mahal.
“Zaman dulu satu batu bata ini ditaksir mencapai 300 ribu harganya. Dan yang unik, cetakannya ada yang melengkung," kata Aris.

"Dan salah satu alasan kenapa Lawang Sewu banyak pintu bukan hanya untuk membuat sirkulasi udaranya semakin bagus, tapi juga berkaitan dengan kasta, mereka (orang Belanda) sangat menjaga image, jadi kalau bangun ya nggak tanggung-tanggung,” katanya.
Baca Juga: Sejarah Ritual Ngalak Air Dalam Pemindahan IKN
Setelah mengalami pemugaran dan renovasi, kini Lawang Sewu difungsikan sebagai museum yang menyajikan ragam koleksi yang berhubungan dengan kereta api. Mulai dari seragam masinis, alat komunikasi (telepon kayu, telegraf), alat hitung friden, lemari karcis edmonson, karcis kereta kuno, mesin cetak tanggal untuk karcis kereta, dan lainnya.
Pertempuran Lima Hari
Seusai masa kolonial Belanda, Lawang Sewu berpindah tangan menjadi markas tentara Jepang sekaligus kantor transportasi Jepang bernama Riyuku Sokyoku pada tahun 1942.
Baca Juga: Sejarah Hari Musik Nasional 2022
Artikel Terkait
200 Mahasiswa Dong Nai University Antusia Terhadap Sejarah Indonesia
Sejarah Hari Musik Nasional 2022
Sejarah Ritual Ngalak Air Dalam Pemindahan IKN
Sejarah Tradisi Begalan Dalam Masyarakat Banyumas Jawa Tengah
Sejarah Pawang Hujan di Indonesia, Digunakan Sebagai Strategi Penyerangan
Jalur Kereta Api Cibatu-Garut Kembali Beroperasi, Dirut KAI: Hari Ini Kita Menjadi Bagian dari Sejarah
Sejarah dan Fakta Unik Candi Borobudur, Tempat Ibadah Umat Hindu Budha Terbesar di Dunia