Mengenal Tradisi “meugang” dari Masyarakat Aceh

- Kamis, 28 April 2022 | 13:12 WIB
Mengenal Tradisi “meugang” dari Masyarakat Aceh (Dok.pemprovaceh)
Mengenal Tradisi “meugang” dari Masyarakat Aceh (Dok.pemprovaceh)


KETIKNEWS.ID,-- Sebagai salah satu daerah yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, Aceh memiliki banyak tradisi yang masih dilestarikan hingga kini. Salah satu tradisi itu adalah “meugang” atau juga dikenal dengan berbagai sebutan antara lain Makmeugang, Haghi Mamagang, Uroe Meugang atau Uroe Keuneukoh.

“Gang” dalam bahasa Aceh berarti pasar. Pada hari-hari biasa pasar tidak banyak dikunjungi masyarakat. Namun menjelang bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, masyarakat akan ramai mendatangi pasar, sehingga munculah istilah “Makmu that gang nyan “(makmur sekali pasar itu) atau Makmeugang.

Baca Juga: Meriah Hari Lebaran Dalam Grebeg Syawal Historis Daerah Istimewa Yogyakarta

Meugang sangat penting bagi semua lapisan masyarakat di Aceh, karena sesuai dengan anjuran agama Islam, datangnya bulan Ramadhan sebaiknya disambut dengan meriah, begitu juga dengan dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Jika pada hari-hari biasa masyarakat Aceh terbiasa menikmati makanan dari sungai maupun laut, maka menyambut hari istimewa yaitu hari Meugang, masyarakat Aceh merasa daging sapi atau lembu yang terbaik untuk dihidangkan.

Baca Juga: Sinopsis The Expendables 2 di Bioskop Trans TV Sabtu 30 April

Meskipun yang utama dalam tradisi Meugang adalah daging sapi, namun ada juga masyarakat yang menambah menu masakannya dengan daging kambing, ayam juga bebek. Meugang biasanya dilaksanakan selama tiga kali dalam setahun yaitu dua hari sebelum datangnya bulan ramadhan, dua hari menjelang hari raya Idul Fitri dan dua hari menjelang Idul Adha.

Sejarah Meugang

Mengenal Tradisi “meugang” dari Masyarakat Aceh (Dok.pemprovaceh)

Tradisi ini telah muncul bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Aceh yaitu sekitar abad ke-14 M. Ali Hasjimy menyebutkan bahwa tradisi ini sudah dimulai sejak masa kerajaan Aceh Darussalam. Tradisi meugang ini dilaksanakan oleh kerajaan di istana yang dihadiri oleh para sultan, menteri, para pembesar kerajaan serta ulama (Iskandar, 2010:48).

Baca Juga: Resmikan Buricak Burinong, Ridwan Kamil: Tanda Jatigede Akan Dikembangkan Jadi Wisata Internasional

Pada hari itu, raja memerintahkan kepada balai fakir yaitu badan yang menangani fakir miskin dan dhuafa untuk membagikan daging, pakaian dan beras kepada fakir miskin dan dhuafa. Semua biayanya ditanggung oleh bendahara Silatu Rahim, yaitu lembaga yang menangani hubungan negara dan rakyat di kerajaan Aceh Darussalam.

Denys Lombard dalam bukunya “Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda” menyebutkan adanya upacara meugang di Kerajaan Aceh Darussalam, bahkan menurutnya, disana ada semacam peletakan karangan bunga di makam para sultan.

Baca Juga: Indonesia-Jepang, Promosi Potensi Trade, Tourism and Investment serta Kerja Sama Pendidikan Indonesia

Ada yang menyebutkan bahwa perayaan meugang ini dilaksanakan oleh Sultan Iskandar Muda sebagai wujud rasa syukur raja menyambut datangnya bulan Ramadhan, sehingga dipotonglah lembu atau kerbau, kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada rakyat.

Halaman:

Editor: Lucky Edwar

Sumber: Pemprov Aceh

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kisah Misteri dan 4 Fakta Curug Cikuluwung

Selasa, 6 Juni 2023 | 17:00 WIB

Misteri Candi Gedong Songo di Gunung Ungaran

Minggu, 28 Mei 2023 | 20:50 WIB
X